▸ [ESSAY] REVOLUSI MENTAL DALAM SUDUT PANDANG KESEHATAN ... ♬
Minggu, 11 Maret 2018
♥ posted at: @00.28
0 wishes // make a wish?




 


Selain Pengobatan Tradisional atau Herbal, Revolusi Mental merupakan frase kata yang sedang popular dan banyak di perbincangkan beberapa waktu belakangan ini. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang dimaksud dengan revolusi adalah perubahan yang sangat mendasar dalam suatu bidang tertentu, sedangkan mental adalah sesuatu bersangkutan dengan batin, jiwa dan watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga. Jadi apabila dua kata revolusi dan mental digabungkan maka dapat ditarik satu arti dari frase ini yaitu merubah watak manusia, yang tentunya ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.


Revolusi Mental pertama kali dipopulerkan oleh Bapak Sosialis Komunis Dunia bernama Karl Marx, dimana pemikirannya sangat banyak dipengaruhi oleh Filosofis Atheis Young Hegelian. Young Hegelian merupakan seorang filsuf yang sangat terkenal di Berlin. Karl Marx muda yang pada waktu itu aktif di perkumpulan Pemuda Hegelian yang merupakan kelompok ekstrim kiri anti Agama. Pemuda Hegelian beranggotakan para Dosen Muda dan pemuda ekstrim kiri. sementara istilah Revolusi Mental sendiri di ciptakan untuk program Cuci Otak dalam pengembangan faham Sosialis Komunis dikawasan Eropa yang daerahnya kapitalis, karena Agama yang dogmatis dianggap sebagai penghambat dalam pengembangan faham Komunis. Istilah Revolusi Mental juga dipakai oleh pendiri Partai Komunis China yg bernama Chen Duxiu bersama temannya yg bernama Li Dazhao sebagai doktrin dan cuci otak kepada para Buruh dan Petani dalam menentang kakaisran China.


Dalam revolusi nasional Indonesia, gagagasan Revolusi Mental memang tidak bisa dipisahkan dari Bung Karno. Dialah yang menjadi pencetus dan pengonsepnya. Dia pula yang mendorong habis- habisan agar konsep ini menjadi aspek penting dalam pelaksanaan dan penuntasan revolusi nasional Indonesia. Gagasan Revolusi Mental mulai dikumandangkan oleh Bung Karno di pertengahan tahun 1950-an. Tepatnya di tahun 1957.


Esensi dari Revolusi Mental ala Bung Karno ini adalah perombakan cara berpikir, cara kerja/berjuang, dan cara hidup agar selaras dengan semangat kemajuan dan tuntutan revolusi nasional. “Ia adalah satu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala,” kata Bung Karno.


Perombakan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup ini punya dua tujuan besar: pertama, menamankan rasa percaya diri pada diri sendiri dan kemampuan sendiri; dan kedua, menanamkan optimisme dengan daya kreatif di kalangan rakyat dalam menghadapi rintangan dan kesulitan-kesulitan bermasyarakat dan bernegara.


Untuk melancarakan Revolusi Mental ini, Bung Karno kemudian menganjurkan ‘Gerakan Hidup Baru’. Gerakan ini merupakan bentuk praksis dari Revolusi Mental. Menurut Soekarno, setiap revolusi mestilah menolak ‘hari kemarin’. Artinya, semua gaya hidup lama, yang tidak sesuai dengan semangat kemajuan dan tuntutan revolusi, mestilah dibuang.


Bung Karno sadar, Revolusi Mental tidak akan berjalan hanya dengan celoteh dan kotbah tentang pentingnya perbaikan moral dan berpikir positif. Revolusi Mental versi Bung Karno bukanlah ajakan berpikir positif dan optimistik ala Mario Teguh. Karena itu, sejak tanggal 17 Agustus 1957 pemerintahan Soekarno melancarkan sejumlah aksi: hidup sederhana, gerakan kebersihan atau kesehatan, gerakan pemberantasan buta-huruf, gerakan memassalkan gotong-royong, gerakan mendisiplikan dan mengefisienkan perusahaan dan jawatan negara, gerakan pembangunan rohani melalalui kegiatan keagamaan, dan penguatan kewaspadaan nasional.


Soekarno menyebutkan Revolusi Mental bukanlah pekerjaan satu dua hari, melainkan sebuah proyek nasional jangka panjang dan terus-menerus. “Memperbaharui mentalitet suatu bangsa tidak akan selesai dalam satu hari,” ujarnya. Dia juga bilang, memperbaharui mentalitas suatu bangsa tidak seperti orang ganti baju; dilakukan sekali dan langsung tuntas (Rudi Hartono dalam Berdikari, 2014).


Revolusi Mental kemudian booming kembali di era pemerintahan Jokowi. Beliau menyebutkan bahwa hasil pembangunan yang belum optimal yang diselenggaraakan pemerintah terutama diakibatkan oleh mental bangsa yang belum berubah sejak era Orde Baru. Untuk itu program Revolusi Mental muncul dalam rangka membangun bangsa dengan merubah paradigma dan mindset tiap-tiap diri (individu). Revolusi Mental digambarkan dalam tiga nilai yakni integritas, etos kerja dan gotong royong. Dalam kehidupan sehari-hari, praktek Revolusi Mental adalah menjadi manusia yang berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong


Dalam bidang kesehatan, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F. Moeloek mengingatkan kembali masyarakat untuk mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental yang digulirkan pemerintah dalam kesempatan upacara bendera bertajuk "Gerakan Nasional Revolusi Mental" di Jakarta September 2015 lalu. Ia mengungkapkan contoh intervensi Revolusi Mental dalam bidang kesehatan yakni salah satunya dengan pengetahuan Ibu pasca melahirkan mengenai air susu ibu (ASI), bahwa ASI adalah hak setiap anak yang baru dilahirkan. ASI harus diberikan secara eksklusif selama enam bulan intensif dan setelah itu diberi makanan pendamping ASI yang bergizi. Menurutnya hal ini adalah hal awal yang harus diterapkan agar tercipta generasi yang maju, berkarakter, mandiri, berdaya saing untuk kemajuan bangsa Indonesia sendiri (berita dikutip dari Antar News, 2015).


Gerakan Nasional Revolusi Mental ini sendiri hanya dapat berjalan secara optimal dan efektif dengan keterlibatan dan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat. Untuk itu dibutuhkan komunikasi yang aktif dari berbagai lini termasuk bidang kesehatan masyarakat. Kesehatan adalah sektor yang tidak dapat berdiri sendiri oleh karenanya dibutuhkan peran sektor laintermasuk sektor komunikasi, karena komunikasi adalah salah satu jembatan yang bisa bersinergi dengan sektor kesehatan.


Revolusi Mental dan keterkaitannya dengan komunikasi kesehatan di dalam keluarga?


Tiga nilai dalam Revolusi Mental yakni integritas, etos kerja dan gotong royong dapat diterapkan di berbagai lingkungan baik bermasyarakat, lingkungan kerja, lingkungan sekolah maupun keluarga. Menurut penulis pribadi Revolusi Mental perlu diawali dari lingkungan keluarga. Terlebih keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi seorang anak. Peran orang tua sangat berpengaruh karena orang tua cenderung menjadi role-model atau teladan bagi anak anaknya maka lahirlah peribahasa “buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya” atau “anak adalah bagaimana orang tuanya”.


Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Selaku makhluk sosial, tanpa adanya komunikasi, manusia tentu tidak dapat menjalankan aktifitas sehari-sehari secara optimal dan maksimal. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian ide, perasaan dan pikiran antara dua orang atau lebih sehingga terjadi perubahan sikap dan tingkah laku bagi semua yang saling berkomunikasi.


Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya. Pada dasaranya keluarga adalah sebuah komunitas kecil. Kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami istri dan saling interaksi dan berpotensi punya anak akhirnya membentuk komunikasi baru yang disebut keluarga. Karenanya keluargapun dapat diberi batasan sebagai sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita perhubungan mana sedikit banyak bertahan lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak.


Keluarga adalah suatu unit atau lingkungan masyarakat yang paling kecil atau merupakan masyarakat yang paling bawah dari satu lingkungan negara. Posisi keluarga atau rumah tangga ini sangat sentral seperti diungkapkan oleh Aristoteles bahwa keluarga rumah tangga adalah dasar pembinaan negara. Dari beberapa keluarga rumah tangga berdirilah suatu kampung kemudian berdiri suatu kota. Dari beberapa kota berdiri daru propinsi, dan dari beberapa propinsi berdiridatu negara (Noor, 1983).


Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian (Sedwig, 1985). Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.


Komunikasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan dan norma sosial yang kesemuanya berperan sebagai prekursor dalam perubahan prilaku. Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi prilaku karena didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan  dan pesan pencegahan pencegahan.


Komunikasi kesehatan adalah pendekatan yang beragam dan multidisipin untuk mencapai buat kebijakan dan masyarakat untuk memperkenalkan, mengadopsi atau mendukung perilaku, praktek atau kebijakan yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil kesehatan dimana pesan-pesan kesehatan dikomunikasikan dari para pakar di bidang kesehatan medis dan masyarakat.


 


Komunikasi merupakan elemen penting dalam meningkatkan kesehatan baik masyarakat maupun individu. Di dalam keluarga sendiri, sebagai orang tua ialah wajib menjaga hubungan komunikasi (kesehatan), memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan anaknya, pengetahuan yang baik mengenai informasi informasi kesehatan tertentu dan tentunya mampu mengkomunikasikan secara non-verbal suatu informasi kesehatan dalam hal ini mencotohkan dan menerapkan hal hal yang baik mengenai kesehatan tersebut. Komunikasi dalam keluarga menurut Kumar (Wijaya, 1987) memiliki ciri- ciri; Empati, keterbukaan, dukungan, perasaan postif dan kesamaan.


Empati, empati adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan ataupun tanggpan orang tersebut.


Setiap petugas kesehatan harus memiliki sifat empati, terhadap suatu keluarga atau individu dalam keluarga yang memiliki masalah kesehatan tertentu. Perasaan empati ini diperlukan agar orang yang mengalami masalah kesehatan tersebut dapat lebih terbuka dalam menyampaikan masalah masalahnya lebih lanjut.


Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan meengerti orang lain, sebelum di dengar dan di mengerti oleh orang lain. Setiap orang harus memiliki rasa empati, karena akan menanamkan salah satu dari tiga nilai Revolusi Mental yakni gotong royong. Rasa empati terhadap orang lain dapat membantu meringankan beban orang yang mengalami masalah kesehatan atau menderita suatu penyakit dan dapat menciptakan sifat peduli terhadap sesama warga masyaraakat.


Keterbukaan, keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi dalam bentuk komunikasi ini memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan yang jelas terhadap apa yang diungkapkannya.


Dalam konsultasi kesehatan diperlukan keterbukaan sehingga penyampaian solusi atau informasi tepat guna atau tepat diagnosis. Sebagai contoh, ketika melakukan konsultasi KB pasangan suami istri maupun PUS (pasangan usia subur) diharapkan terbuka baik dari kondisi kesehatan sampai kondisi perekonomian mereka agar petugas kesehatan dapat memberikan rekomendasi rekomendasi yang sesuai dengan keadaan mereka. Misal rekomendasi akan punya anak berapa dan berapa jaraknya, jika pasutri atau pus tadi menerima rekomendasi tersebut dengan alasan kesejahteraan keluarganya secara tidak langsung juag akan meringankan permasalahan negara dari stabilitas kependudukan, ekonomi, ketahanan pangan dan kualitas generasi akan datang yang akan lebih terjamin dengan terkontrolnya jumlah pertumbuhan penduduk.


Dengan bersifat terbuka akan dicapai nilai integritas dalam tiga nilai Revolusi Mental. Integritas yang didalamnya mencakup kejujuran, kepercayaan, karakter, sikap bertanggung jawab. dengan bersifat terbuka keluarga akan jujur menyampaikan masalahnya kepada petugas, bertanggung jawab atas apa yang dikataknnya dan yang paling penting dari sifat terbuka diawali dengan rasa percaya, keluarga menanamkan rasa percaya mereka terhadap petugas kesehatan.


Keterbukaan lingkungan keluarga juga tidak hanya antara keluarga dan petugas kesehatan tetapi antar sesama anggota keluarga. Di dalam keluarga diharapkan anak terutama bersifat lebih terbuka dengan orang tuanya tentang berbagai masalah yang dihadapinya termasuk masalah kesehatan, terutama saat anak dalam usia remaja karena pada usia ini anak dalam kondisi labil dan dapat terpengaruh dengan lingkungan luar dengan cepat. Pentingnya sikap terbuka contohnya dengan perubahan perubahan yang dialami setiap anak saat pubertas, orang tua juga harus lebih peka terhadap setiap perubahan yang dialami anaknya. Dengan keterbukaan anak kepada orang tuanya, orang tua akan percaya terhadap anaknya dan anak akan lebih bertanggung jawab atas dirinya sendiri.


Dukungan, adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam melakukan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan dari orang yang terdekat, yaitu keluarga.


Individu dengan masalah kesehatan atau penyakit yang tingkatnya kronik sangat membutuhkan dukungan dari orang sekitarnya, dan yang paling utama adalah dari keluarganya sendiri. Keluarga merupakan pendukung utama dalam proses penyembuhan suatu penyakit. Misalnya, saat salah satu anggota keluarga mengalami penyakit leukimia maka anggota keluarga yang lain wajib memberikan dukungan berupa material maupun moral. Dengan membiayai setiap pengobatan penderita untuk menyembuhkan kesakitan atau mengurangi rasa sakit anggota keluarga yang menderita semampu anggota keluarganya. Dukungan moral dengan memberikan kata kata dukungan atau kata kata motivasi yang postif untuk penderita seperti, “jangan khawatir, semua penyakit pasti ada obatnya” atau “sabar yang kuat ya, nak. Kamu sebentar lagi pasti akan sembuh”


Dengan memberikan dukungan kita akan menumbuhkan nilai gotong royong berupa solidaritas terhadap sesama dan nilai etos kerja yakni menanamkan nilai optimis pada diri baik penderita maupun keluarga yang mendukung.


Perasaan positif, perasaan yaitu dimana individu tertentu mempunyai perasaan positif terhadap yang sudah dikatakan orang lain terhadap dirinya.


Didalam keluarga ketika ada anggota keluarga yang sakit, anggota keluarga yang lainnya harus memberikan dukungan moral dengan memotivasi dan mengutarakan pemikiran pemikiran positif terhadapnya. Dengan ini akan kita akan menumbuhkan nilai etos kerja yakni menanamkan nilai optimis pada diri baik penderita maupun keluarga yang mendukung.


Kesamaan, kesamaan yang dimaksudkan yakni antara dua atau lebih orang yang berkomuniksi dalam lingkup tertentu mempunyai kedudukan sama dalam berbicara dan saling mendengarkan.


Ketika berkomunikasi tidak ada diantara dua orang atau lebih yang berkomunikasi kedudukan nya lebih tinggi dari yang lainnya. Tidak ada yang mengajarkan siapa, hal ini karena ketika berkomunikasi terjadi pertukaran informasi secara dua arah apalgi dalam lingkup keluarga. Kesamaan dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling menghargai, lemah lembut, sopan dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap ini maka kelewasaan dalam pertukaraan informasi antara hubungan keluarga ini akan jadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut. Dengan menanamkan sikap ini, maka akan ditanamkan kesmaan derajat pada setiap orang hal ini terkait integritas etos kerja dan gotong royong dalam nilai nilai Revolusi Mental.   


Salah satu fungsi keluarga adalah Fungsi Perawatan Atau Pemeliharaan Kesehatan (The Health Care Function). Untuk mencapai nilai nilai Revolusi Mental terkait rasa tanggung jawab, kemandiri, gotong royong, produktivitas dan lainnya setiap keluarga harus memahami dan melakukan 5 poin fungsi atau peran pemeliharaan kesehatanm diantaranya;


Mengenal masalah kesehatan, dalam hal ini orang tua harus mempu mengenal keadaan sehat dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian dari orang tua atau pengambil keputusan dalam keluarga. Dengan ini orang tua akan merasa bertanggung jawab untuk selalu mengupgrade diri dengan menambah pengetahuan tentang informasi informasi kesehatan baik yang diperoleh secara langsung lewat tenaga kesehatan atau diperoleh dengan mencari informasi secara mandiri dan selalu pay attention atau memperhatikan terhadap segala perkembangan dan perubahan perubahan yang terjadi pada diri mereka sendiri maupun pada anak anak mereka. Dalam prakteknya orang tua akan menggunakan komunikasi baik verbal maupun non verbal. Non-verbal contohnya dengan mengamati oerilaku anaknya, atau lewat komunikasi verbal dengan bertanya langsung dan konsultasi.


Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga, peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yag mempunyai keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat (Suprajitno, 2004). Dalam hal ini adalah orang tua memiliki peran penting untuk memutuskan tindakan apa yang akan mereka lakukan untuk anggota keluarga mereka yang mengalami gangguan kesehatan apakah akan dilakukan padanya tindakan pengobatan atau perawatan atau tidak, apakah masalah kesehatan tersebut masih bisa ditangani sendiri atau tidak, apakah masalah kesehatan tersebut akan mempengaruhi langsung ataupun tidak langsung terhadapa keluarga baik dari segi ekonomi sosial ataupun budaya. Dengan peran ini tidak hanya pembuat keputusan nantinya tetapi semua anggota keluarga akan belajar, bagaimana sebuah keputusan akan berdampak pada tidak hanya satu sisi kesembuhan tetapi hal lainnya. Dari peran ini nilai Berpikir Secara Universal dan Kritis dari Revolusi Mental akan tercapai.


Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakit, beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari peran atau tanggung jawabnya secara penuh. Pemberian perawatan secara fisik bisa jadi merupakan beban yang paling berat yang dirasakan oleh keluarga. Perawatan secara fisik yang dimaksud adalah perawatan baik tarapeutik di rumah sakit dan pusat pelayanan kesehatan ataupun melakukan pertolongan pertam di rumah saja. Keduanya memiili kebutuhan yakni ekonomi maupun pengetahuan. Apakah keluarga akan aktif membantu baik moral maupun material terhadap anggota keluarga yang mengalami sakit (merawat), atau bagaimana sikap keluarga terhadap keluarganya yang sakit. Dari hal ini, akan tumbuh nilai Empati dan Gotong Royong pada setiap individu dalam keluarga sebagai wujud dari Revolusi Mental.


Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan setiap anggota keluarga mengenai lingkungannya, termasuk yang paling berpengaruh adalah sanitasi. Pengetahuan tentang pentingnya sanitasi dan manfaatnya sangat diperlukan dalam lingkungan keluarga karena sifatnya yang cukup banyak mempengaruhi kesehatan. Dengan ini setiap anggota keluarga akan menanamkan nilai Revolusi Mental diantaranya Tanggung Jawab atas kebersihan dan penjagaan sanitasi lingkungan rumah dan Gotong Royong atau kebersamaan dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan orang orang didalam lingkungan tersebut.


Menggunakan pelayanan kesehatan, mengenai hal ini adalah pengetahuan dan kepercayaan anggota keluarga terhadap pelayanan kesehatan. Apakah ketika ada yang sakit akan dibawa ke pusat pelayanan kesehatan seperti klinik, puskesmas, rumah sakit ataukah ketempat pelayanan kesehatan tradisional bisa jadi dukun dan lain sebagainya. Banyak hal yang mempengaruhi apakah keluarga bersedia menggunakan pelayanan kesehatan primer ataupun sekunder diantaranya kepercayaan atau budaya, rasa trauma terhadap perlakuan tetentu atau atas hasil tertentu terhadap kesehatan di masa lalu (pengalaman kurang menyenangkan terhadap fasilitas kesehatan atau petugas kesehatan tertentu), dan apakah fasilitas kesehatan tersebut dapat dijangkau dengan baik oleh keluarga atau tidak. Nilai yang kemungkinan didapat dari peran ini adalah nilai Kepercayaan dan nilai untuk mau Terus Berkembang/Explorasi Diri.


Seperti yang sudah dijelaskan sangat jauh sebelumnya, bagaimana seorang anak atau anggota keluarga bergaul atau dalam bersosialisasi di masyarakat adalah bagaiman ia dalam lingkungan keluarganya. Nilai nilai Revolusi Mental harus dikenalkan diterapkan terlebih dahulu di keluarganya. Karena keluarga adalah Madrasah atau Tempat Belajar paling utama dari tiap tiap individu.


 


 

▸ [ESSAY] SAFETY IS EVERYBODY’S BUSINESS! ... ♬
♥ posted at: @00.26
0 wishes // make a wish?


Essay berikut dilombakan dalam Perayaan Bulan K3 Nasional yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeristas Mulawarman

SAFETY IS EVERYBODY’S BUSINESS

(Pengembangan Budaya K3 dengan Program Pemberdayaan Pekerja untuk Mencapai Produktivitas Kerja yang Tinggi)

 

Pendahuluan

Istilah budaya keselamatan pertama kali muncul setelah bencana Chernobyl pada tahun 1986. Berdasarkan hasil investigasi oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) deikathui bahwa budaya keselamatan yang buruk merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan tersebut. Kecelakaan lain yang mengungkapkan bahwa budaya keselamatan termasuk faktor penyebabnya adalah kebakaran bawah tanah King’s Cross di London pada tahun 1987 dan ledakan platform produksi minyak Piper Alpha pada tahun 1988[1]. Sejak saat itu, konsep budaya keselamatan terutama di industri dengan risiko tinggi seperti industri nuklir dan petrokimia mengakui pentingnya unsur manusia dan organisasi dalam pencegahan kecelakaan dan penanganan risiko bahaya.

Banyak literatur yang telah mendefinisikan budaya keselamatan. IAEA (International Atomic Energy Agency) salah satunya  mendefinisikan budaya keselamatan sebagai serangkaian karakteristik, sikap dan perilaku keselamatan dalam individu dan organisasi. Sementara itu, Cooper mendefinsikan budaya keselamatan sebagai konsep yang menggambarkan nilai perusahaan bersama dalam suatu organisasi yang mempengaruhi sikap dan perilaku pekerjanya. Tiga aspek budaya keselamatan ini diantaranya adalah aspek perilaku, aspek situasional dan aspek individu. Aspek perilaku mengacu pada “apa yang dilakukan orang-orang terkait keselamatan” yang berkaitan dengan perilaku keselamatan atau safety behaviour. Aspek situasional mengacu kepada “apa yang dimiliki organisasi mengenai keselamatan”. Sementara itu, aspek individu mengacu pada “apa yang dirasakan tentang keselamatan” yang merupakan fenomena psikologis dari suatu organisasi karena menekankan pada persepsi pekerja terhadap sistem manajemen keselamatan yang ada di organisasinya[2]. Adapun ketiga aspek tersebut saling berinteraksi timbal balik antara satu dengan yang lainnya dan kemudian membentuk budaya keselamatan yang positif.


Gambar 1. Konsep Budaya Keselamatan (Cooper, 2001)

 

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Griffin dan Neal diketahui bahwa budaya keselamatan organisasi dapat mempengaruhi kinerja keselamatan. Definisi mengenai kinerja sendiri menurut Griffin dan Neal adalah perilaku aktual individu di tempat kerja. Sementara, kinerja keselamatan diartikan sebagai perilaku kerja yang relevan dengan keselamatan yang dapat dikonseptualisasikan sama dangan perilaku-perilaku kerja lain yang merupakan hasil kerja.  Komponen kinerja menggambarkan perilaku aktuali yang dilakukan individu di tempat kerja. Komponen tersebut diantaranya: [3]

  1. Safety complience atau kepatuhan keselamatan, hal ini berhubungan dengan aktivitas-aktivitas keselamatan yang perlu dilakukan oleh individu untuk menjaga keselamatan kerja. Perilaku ini seperti menerapkan kerja sesuai dengan standar operasional prosedur juga melaksanakan pekerjaan secara aman engan memakai peralatan keselamatan atau alat pelindung diri.
  2. Safety participation atau partisipasi keselamatan, hal ini menggambarkan perilaku yang secara tidak langsung mendukung keselamatan dalam konteks organisasi yang lebih luas dalam hal membantu mengembangkan lingkungan yang mendukung keselamatan. Perilaku ini seperti berpartisipasi dalam kegiatan keselamatan secara sukarela, mempromosikan program keselamatan di tempat kerja serta mendiskusikan dengan rekan kerja mengenai hal-hal yang terkait dengan keselamatan.

Strategi Peningkatan Budaya Keselamatan

Organisasi dalam hal ini perusahaan untuk mencapai tujuan dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan harus mempertahankan dan mening-katkan produktivitas karyawannya. Menciptakan budaya organisasi yang mampu membawa pekerjanya untuk meningkatkan kinerja dalam rangka pencapaian tujuan organisasi bukanlah hal yang mudah. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia memiliki karakteristik tingkah laku yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya. Namun apabila terdapat perbedaan atau kesenjangan persepsi antara pekerja dengan pihak manajerial mengenai budaya organisasi yang dirasakan dan diharapkan, maka akan tercipta ketidakpuasan kerja, motivasi kerja yang menurun, dan dapat menimbulkan penyalahgunaan hak dan kewajiban yang pada atau ketidakpatuhan akhirnya mengakibatkan tujuan organisasi tidak dapat dipenuhi secara optimal. Persoalan ini semakin menumpuk dengan kecenderungan organisasi untuk berkembang, menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan disekitarnya sehingga pekerja seringkali kehilangan identitas pribadi, dan pihak manajerial semakin sulit untuk memuaskan kebutuhan pekerja dan mencapai tujuan organisasi sekaligus[4].

Dalam menciptakan budaya keselamatan yang positif sehingga dapat mempengaruhi kinerja keselamatan pekerja, maka diperlukan berbagai starategi atau upaya keselamatan. Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendorong perusahaan untuk memelihara program-program yang menyediakan kebijakan, prosedur dan praktik yang secara sistematis dapat melindungi pekerja dan proses ptoduksi dari bahaya keselamatan. Beberapa upaya keselamatan berdasarkan standar sistem manajemen yang efektif menurut OSHA yaitu: [5]

  1. Komitmen manajemen terhadap keselamatan, jika manajemen menunjukkan komitmen dan mendukung dengan memberikan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengelola keselamatan maka sistem yang efektif dapat dikembangkan dan dipertahankan.
  2. Partisipasi pekerja, adanya partisipasi pekerja dalam menetapkan, mengimplemantasikan dan mengevaluasi program keselamatan memungkinkan pekerja untuk menunjukkan komitmen keselamatan mereka kepada diri sendiri atau rekan kerja.
  3. Identifikasi dan penilaian bahaya, manajemen yang aktif dan partisipasi pekerja secara berkesinambungan melakukan identifikasi dan penilaian risiko yang tentunya dapat berubah sewaktu-waktu.
  4. Pencegahan dan pengendalian bahaya, menyusun perencanaan yang efektif untuk mencegah risiko bahaya. Apabila tidak memungkinkan untuk menghilangkan bahaya, perencanaan dapat membantu mengendalikan kondisi yang tidak aman (unsafe condition.
  5. Informasi dan pelatihan, merupakan bagian penting dari setiap program untuk memastikan bahwa pekerja memahami persyaratan dan praktik kerja (SOP), potensi bahaya operasional, sifat bahaya dan cara mengendalikan bahaya.
  6. Evaluasi keefektifan program, hal ini untuk memastikan sistem manaje-men sesuai dengan kondisi di lapangan. Dapat dilakukan dengan mengembangkan sasaran dan tujuan yang terukur seperti survei persepsi.

Program Pemberdayaan Pekerja

Pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk menjadikan orang lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dengancara memberikan kepercayaan dan wewenang sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawabnya. Shannon dalam Kines (2011) menjelaskan bahwa dalam tinjauan terhadap sepuluh studinya menemukan bahwa pemberdayaan pekerja dan safety represntative memiliki hubungan yang signifikan dengan penurunan angka cedera. Selain itu, Torner (2009) mengemukakan bahwa kerjasama antar level hirarki dalam fungsi organisasi, dukungan melalui pemberdayaan dan kepercayaan akan menunjang keselamatan di tempat kerja[4].

Program yang paling umum dikembangkan dewasa ini yakni program dengan dasar peningkatan kualitas serta pemberdayaan pekerja (safety empowerment). Misalnya di salah satu perusahaan petrokimia di Kota Bontang yang menjalankan program Non Confimity Report (NCR). Program Non Confimity Report melibatkan setiap pekerja dalam organisasi untuk melaporkan ketidaksesuaian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan seperti:

  1. Unsafe act atau tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja seperti; bercanda atau bersenda gurau berlebihan saat melaksanakan pekerjaan, mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan skill atau keterampilannya
  2. Unsafe condition atau kondisi-kondisi yang tidak aman dan mengancam keselamatan pekerja seperti; tempat kerja yang tidak memenuhi standar misalnya kurangnya intensitas pencahayaan atau penerangan di ruang kerja
  3. Nearmiss atau kejadian hampir celaka seperti; terpeleset di tangga namun tangan pekerja refleks memegang pegangan tanggga dan tidak menimbulkan cedera
  4.  Kerusakan fasilitas perusahaan, lingkungan dan kesehatan seperti; lampu emergency exit rusak hal ini dapat menyulitkan pekerja untuk mencari pintu keluar apabila terjadi keadaan emergency ditambah blackout contoh lain misalnya korosi pada pegangan tangga.

Dengan adanya program NCR ini diharapkan setiap pekerja memiliki rasa bertanggung jawab bersama terhadap setiap kegiatan yang berlangsung dalam proses kerja serta produksi di perusahaan dan terlibat secara langsung dalam usaha-usaha menjaga sistem kesehatan dan keselamatan di tempat kerja. Selain itu program ini juga menutut pekerja untuk lebih peka dengan hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan. Kelebihan dari program NCR adalah jika dilaksanakan dengan maksimal dengan artian seluruh atau paling tidak lebih dari setengah dari jumlah pekerja ikut melaksanakan program ini maka jumlah insiden dapat diminimalisir, mendorong perilaku aman bekerja, membantu manajemen dalam hal ini Departemen K3 dalam melaksanakan pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan serta meningkatkan produktivitas baik pekerja maupun produksi serta citra perusahaan. Kelemahan dari program ini adalah manajemen perlu melakukan upaya refreshment sacara terus menurus agar pekerja tidak jenuh dan dapat terus termotivasi untuk menjalankan NCR, misalnya dengan sistem reward. Kemudian jika upaya refreshment dengan metode reward sudah tidak menarik lagi maka dilakukan upaya dengan memasukkan program NCR dalam rapot tahunan kinerja setiap pekerja. Dengan konsekuensi apabila NCR  tidak dilaksanakan maka rapot tahunan kinerja pekerja bernilai buruk dan akan berdapampak secara langsung pada posisi atau jabatan, gaji  serta bonus gaji. Program NCR ini banyak dijalankan oleh perusahaan-perusahaan dengan skala besar terutama di industri petrokimia dan migas serta telah memiliki sistem kesehatan dan keselamatan kerja yang terintegerasi. Program NCR ini tentunya juga diikuti oleh program-program lain dalam rangka memberdayakan pekerja diantaranya pembuatan HIRADC, Safety Comitee, pelatihan atau training, safety board atau safety bulletin.

Program lain untuk meningkatkan kinerja keselamatan pekerja dengan pendekatan pemberdayaan pekerja adalah program Safety Take 5. Pada pelaksaannya program ini sangat mirip dengan prosedur dalam work permit namun lebih kompleks. Safety Take 5 bertujuan untuk memastikan apakah setiap aktivitas dalam suatu pekerjaan sudah bebas dari potensi bahaya yang mungkin saja belum pernah ditemukan atau teridentifikasi sebelumnya. Singkatnya, melakukan penilaian risiko di setiap suatu pekerjaan akan dimulai atau apabila terdapat perubahan kondisi lingkungan kerja. Namun hal ini tidak berarti mengganti atau mengoreksi penilaian risiko yang telah dilakukan formal oleh manajemen sebelumnya (HIRADC). Ingat bahwa sifatnya hanya untuk memastikan kembali suatu pekerjaan aman untuk dilaksanakan. Safety Take 5 yang banyak diterapkan di perusahaan ini pada dasarnya memiliki 5 tahapan yaitu:

  1. STOP! Think Through the Task, pada tahap ini pekerja harus memastikan apakah ia memahami betul tugas atau pekerjaan apa yang akan dilakukan, memiliki kemampuan dan lisensi untuk melakukan pekerjaan tersebut, telah diizinkan untuk melakukan pekerjaan tersebut (dari tim, supervisor atau bagian produksi) serta telah membawa peralatan juga memakai alat pelindung diri yang benar. Apabila hal-hal tersebut tidak terpenuhi maka pekerja harus Stop!
  2. LOOK for Hazard, pada tahap ini pekerja diminta untuk mengidentifikasi potensi bahaya apa saja yang ada pada pekerjaan yang akan ia kerjakan. Misalnya bahaya Enviromental diantaranya bahaya confined space (ruang terbatas), temperatur ekstrem ataupun kebisingan. Pengkategorian bahaya bisa jadi bervariasi tergantung jenis form Safety Take 5 model apa yang digunakan, pada umumnya faktor atau jenis bahaya dibagi kedalam 5 faktor (fisika, kimia, biologis, ergonomi dan psikologis). Namun hal ini tidak berdampak pada penilaian, karena sebatas konseptual.
  3. ASSESS the Hazard, setelah mengidentifikasi potensi bahaya kemudian pada tahap ini pekerja diminta untuk menilai seberapa besar kemungkinan dan konsekuensi dari bahaya, kemudian menentukan level risiko. Apabila level risiko cenderung tinggi atau pada level tertentu yang telah disepakati oleh organisasi sebelumnya maka pekerja harus Stop! dan mengklarifika-sinya kepada supervisor pekerjaan terkait.
  4. MANAGE the Hazard, pada tahap ini pekerja sedapat mungkin mengontrol hazard yang ada dengan hierarchy of control dan kemudian memastikan apakah pekerjaan sudah bisa dilakukan dengan aman.
  5. COMPLETE the Task Safely, pada tahap ini pekerja sudah dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dengan catatan tetap waspada akan setiap perubahan yang mungkin terjadi pada lingkungan kerjanya.
     

Gambar 2. Contoh Form Safety Take 5 by Kalamzoo Safety Take 5  Book (Kalamzoo Australia, 2013)

 

Dalam pelaksanaanya program ini dianggap membuang-buang waktu, terutama apabila suatu pekerjaan harus segera dilakukan atau di intervensi secepatnya. Padahal dengan pelaksaan program ini membuat pekrjaan tersebut dapat diselesaikan dengan lebih cepat, mudah, murah dan yang paling utama aman. Karena akibat-akibat buruk yang ditimbulkan baik saat pekerjan sedang dilakukan maupun setelah dilakukan dapat diminimalisir sedemikian rupa. Contoh kasus dimana seorang pekerja ingin  melakukan pekerjaan pengecekan material bahan curah berupa bebatuan, kerikil dan pasir pada Silo atau Bunker Penyimpanan yang memiliki tinggi sekitar 25 meter, setelah memanjat atau menaiki tangga setinggi tersebut kemudian ia baru menyadari bahwa ia lupa membawa kunci untuk membuka inspection hatch, alhasil ia harus turun kembali dan mengambil kunci tersebut dan memulai pekerjaannya dari awal yaitu memanjat atau menaiki tangga tentunya dengan risiko ia terpapar bahaya dengan frekuensi dua kali lipat. Bila saja si pekerja melaksanakan Safety Take 5 sebelum melaksanakan pekerjaannya maka pekerjaa tersebut dapat diselesaikan dengan lebih cepat, lebih mudah, dan hemat tenaga.


Gambar 3. Silo penyimpanan 27 jenis bebatuan, kerikil, pasir untuk bahan bangunan di Copenhagen, Denmark. (Wikipedia, 2003)

 

Kesimpulan

Budaya keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hasil dari persepsi bersama yang berdasarkan dari nilai dan membentuk sebuah kebiasaaan keselamatan kerja yang terus menerus di suatu organisasi atau tempat kerja. Telah banyak penelitian membuktikan bahwa budaya keselamatan yang positif dapat mempengaruhi kinerja keselamatan, hal ini secara langsung berdampak pada pencapaian produktivitas pekerja dan organisasi.

“Beritahu saya, maka saya akan lupa

Tunjukkan kepada saya, maka saya akan ingat

Libatkan saya, maka saya akan mengerti”

Seperti pepatah Cina diatas, dalam membangun budaya keselamatan sangat dibutuhkan peran aktif dari para pekerja serta manajemen sebagai provider dan penentu kebijakan. Dewasa ini usaha-usaha atau program kesehatan dan keselamatan yang umum dilaksanakan berbasiskan pemberdayaan pekerja, sehingga budaya keselamatan itu sendiri terbentuk dari kemandirian pekerja juga lebih melekat dan bukan lagi program “kucing-kucingan” antara pekerja dan manajemen. Banyak program-program keselamatan dengan basis pemberdayaan pekerja dikembangkan diantaranya ada Non Conformity Rate, Safety Take 5, Behaviour Based Safety, Safety Comitee, Emergency Response Team pelatihan keselamatan dan lain sebagainya.

 

Referensi

[1] Antonsen, S., 2009. Safety Culture: Theory, Method and Improvement.   Ashtage Publishing, Aldershot.

[2] Cooper, M., 2000. Towards a Model of Safety Culture. Safety Sciense 36: 111-136

[3] Griffin, M.A., Neal, A., 2000. Perceptions of Safety at Work: a Framework for Linking Safety Climate to Safety Performance, Knowladge and Motivation. Journal of Occupational Health Psychology

[4] Muslima, A., 2017. Gambaran Iklim Keselamatan (Safety Climate) di Unit Base Maintanance PT Garuda Maintanance Facility (GMF) Aeroasia Tahun 2017. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

[5] Roughton, J., Mercurio, J., 2002. Developing an Effective Safety Culture: A Leadership Approach

 

 

 

▸ BRAND NEW MEH! ... ♬
Jumat, 19 Januari 2018
♥ posted at: @00.21
0 wishes // make a wish?


So, if you're a fan of this blog I would say congratulations cuz its been almost 4 years since my last post (yang ga niat banget juga).


Brand NEW meh diangkat menjadi judul post pembuka mati suri ini karena yea, I've been in the other episode of life again. kalo last post terakhir kalo gasalah pas 12 SMA dimana aku (cie aku dulu juga gue gue, alay lu) ibaratanya diujung episode kehidupan SMA...nah kalo sekarang ini aku udah diujung episode lagi, menuju SKM menuju wisuda S1.
Qodarullahi nih, entah kenapa ingin aktifin lagi blog ini, entah untuk nge post pengalaman dan cerita (yang ga faedah-faedah banget) atau hal lain. Other than that, lets just see what happen next.


Salam :)


▸ HELL-O AGAIN!! ... ♬
Minggu, 23 Maret 2014
♥ posted at: @18.10
0 wishes // make a wish?


Long time no BLOGGING~ kyaa just read some of my old post here and feel damn.. yeaa lol-ing alot. jaman alay gewla iyuh.

btw D-21 UN SMA nih.. how's life? i've been busy all the time practicing on math.
dimensi 3 yea yea i'll eat you up oh aaaaaaaa
dan akhirnya gue juga udah finalisasi snmptn setelah nimbangin ini anu inu. gue harap yang terbaik.. pray for me laah~
about this blog, gatau pen aktif blogging lg. abis un aja kali ya? abuabu.

 bulan ini banyak kegiatan, qiyamulail, foto buku tahunan, outbound, ngumpul ngumpul brg walau sekali doang, pengen ngeshare fotonya tp sungguh the connection just went toooo slow. next post deh ya.
kkeut~





▸ Quote of the day ... ♬
Senin, 14 Mei 2012
♥ posted at: @18.27
0 wishes // make a wish?





           The secret of LIFE is just to LIVE EVERY MOMENT..


Label:


◂◂ travel back in time ♪ // back to top \\ ♪ back to the future ▸▸
© All Rights Reserved 2011